Kamis, 04 Februari 2010

Rumah Gadang

Rumah gadang sambilan ruang,salanja kudo balari, sapakiak budak maimbau,sajariah kubin malayang.Gonjongnyo rabuang mambasuik,antiang-antiangnyo disemba alang.
Parabuangnyo si ula gerang,batatah timah putiah,barasuak tareh limpato,Cucurannyo alang babega,saga tasusun bak bada mudiak.
Parannyo si ula gerang batata aia ameh,salo-manyalo aia perak.Jariaunyo puyuah balari,indah sungguah dipandang mato,tagamba dalam sanubari.
Dindiang ari dilanja paneh.Tiang panjang si maharajo lelo,tiang pangiriang mantari dalapan,tiang dalapan, tiang tapi panagua jamu,tiang dalam puti bakabuang.
Ukiran tonggak jadi ukuran,batatah aia ameh,disapuah jo tanah kawi,kamilau mato mamandang.
dama tirih bintang kemarau.Batu tala pakan camin talayang. cibuak mariau baru sudah.Pananjua parian bapantua.
Halaman kasiak tabantang,pasia lumek bagai ditintiang.Pakarangan bapaga hiduik,pudiang ameh paga lua,pudiang perak paga dalam,batang kamuniang pautan kudo,Lasuangnyo batu balariak,alunyo linpato bulek,limau manih sandarannyo.
Gadih manumbuak jolong gadang,ayam mancangkua jolong turun,lah kanyang baru disiuahkan,Jo panggalan sirantiah dolai,ujuangnyo dibari bajambua suto.
Ado pulo bakolam ikan,aianyo bagai mato kuciang,lumpua tido lumuikpun tido,ikan sapek babayangan,ikan gariang jinak-jinak,ikan puyu barandai ameh.
Rangkiangnyo tujuah sajaja,di tangah si tinjau lauik, panjapuik dagang lalu,paninjau pancalang masuak,di kanan si bayau bayau,lumbuang makan patang pagi,di kiri si tangguang lapa,tampek si miskin salang tenggang,panolong urang kampuangdi musim lapa gantuang tungku,lumbuang Kaciak salo nanyalo,tampek manyimpan padi abuan.

Makna Sebuah Persahabatan



DAN jika berkata, berkatalah kepada aku tentang kebenaran persahabatan?
Sahabat adalah kebutuhan jiwa, yang mesti terpenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau panen dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.
Karena kau menghampirinya saat hati lapa dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian.Bila dia bicara, mengungkapkan pikirannya, kau tiada takut membisikkan kata “tidak” di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata “ya”.



Dan bilamana ia diam, hatimu tiada ‘kan henti mencoba merangkum bahasa hatinya; karena tanpa ungkapan kata, dalam rangkuman persahabatan, segala pikiran, hasrat, dan keinginan terlahirkan bersama dengan sukacita yang utuh, pun tiada terkirakan.
Di kala berpisah dengan sahabat, janganlah berduka cita; Karena yang paling kaukasihi dalam dirinya, mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.



Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya ruh kejiwaan. Karena kasih yang masih menyisakan pamrih, di luar jangkauan misterinya, bukanlah kasih, tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.



Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu hingga kau senantiasa mencarinya,
untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!
Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.



Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria berbagi kebahagiaan.
Karena dalam titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menemukan fajar jati dan gairah segar kehidupan.




oleh : Kahlil Gibran

Rabu, 03 Februari 2010

untuk IBU

Deru nafasmu menyeruak hari hingga senja
Tak ada lelah menggores diwajah ayumu
Tak ada sesal kala semua harus kau lalui
Langkah itu terus berjalan untuk kami

Desah mimpimu berlari mengejar bintang
Berharap ku menjadi mutiara terindahmu
Dalam semua peran yang kau mainkan di bumi
Ini peran terbaikmu

Dalam lelah kau rangkai kata bijak untuk ku
Mengurai senyum disetiap perjalanan ku
Mendera doa disetiap detik nafas ku
Ibu… kau berlian dihatiku

Relung hatimu begitu indah
Hingga kami tak sanggup menggapai dalamnya
Derai air matamu menguntai sebuah harap
Di setiap sholat malammu

Ibu…
Kami hanya ingin menjadi sebuah impian untukmu
Membopong semua mimpimu dalam pundak kami
Kusayang padamu

Hindari Hukuman Fisik Pada Anak

Sebagian orang tua masih rajin menerapkan hukuman fisik bila anaknya melakukan kesalahan. Orang tua berdalih, dengan memberikan hukuman fisik, seperti menampar-memukul, adalah sesuatu yang wajar agar si anak menjadi penurut, tidak bandel, dan tentunya ingin si anak kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Dibenarkankah mendidik anak dengan kekerasan fisik?
Menurut sosiolog Prof. Murray Straus, makin tinggi persentase orang tua member hukuman fisik kepada anaknya, maka semakin rendah IQ si anak. Bahkan semakin sering orang tua memukul si anak akan membuat perkembangan mental si anak akan menjadi lambat. Si anak yang sering mendapat perlakuan kasar maupun keras oleh orang tuanya akan membuat si anak minder, tidak mau bergaul dengan teman sebayanya, maunya mengurung diri atau bermain sendiri di kamar.
Psikolog Dr. Rahli Briggs dari New York mengatakan, berdisiplin merupakan kesempatan baik untuk mengajarkan sesuatu kepada anak. Tetapi bila orang tua memukul, maka dia akan mengajari anak bahwa dengan cara kekerasan itu akan menyelesaikan masalah atau untuk menangani suatu situasi. Jangan sampai budaya kekerasan diterapkan dalam keluarga dan masyarakat.
Memilih metoda lain dalam menerapkan kedisiplinan, maka orang tua mengajarkan si anak ketrampilan kognitif, pengendalian diri, sebab-akibat, dan logika berpikir. Dalam hasil studi menunjukkan bahwa stres mengubah arsitektur otak anak dan merusak saraf tertentu. Jadi, kalau orang tua tahunya hanya memukul, maka itu sama saja dia tidak mengajarkan apa-apa tentang kebaikan. Dari sekarang, bila hendak mengajarkan anak, jadikan dia sebagai teman kita. Jauhkan segala sesuatu yang bersifat kekerasan. Dengan penuh kasih sayang dalam mengajar anak-anak, maka kita telah menciptakan budaya senyum tanpa kekerasan dalam rumah tangga.

Rasa Takut Balita & Cara Mengatasinya

1. TAKUT BERPISAH (SEPARATION ANXIETY) Anak cemas harus berpisah dengan orang terdekatnya. Terutama ibunya, yang selama 3 tahun pertama menjadi figur paling dekat. Figur ibu, tak selalu harus berarti ibu kandung, melainkan pengasuh, kakek-nenek, ayah, atau siapa saja yang memang dekat dengan anak. Kelekatan anak dengan sosok ibu yang semula terasa amat kental, biasanya akan berkurang di tahun-tahun berikutnya. Bahkan di usia 2 tahunan, kala sudah bereksplorasi, anak akan melepaskan diri dari keterikatan dengan ibunya. Justru akan jadi masalah bila si ibu kelewat melindungi/overprotektif atau hobi mengatur segala hal, hingga tak bisa mempercayakan anaknya pada orang lain. Perlakuan semacam itu justru akan membuat kelekatan ibu-anak terus bertahan dan akhirnya menimbulkan kelekatan patologis sampai si anak besar. Akibatnya, anak tak mau sekolah, gampang nangis, dan sulit dibujuk saat ditinggal ibunya.Bahkan si ibu beranjak ke dapur atau ke kamar mandi pun, diikuti si anak terus. Repot, kan? Belum lagi ia jadi susah makan dan sulit tidur jika bukan dengan ibunya. Cara Mengatasi:Jelaskan pada si kecil, mengapa ibu harus pergi/bekerja. Begitu juga penjelasan tentang waktu meski anak usia ini belum sepenuhnya mengerti alias belum tahu persis kapan pagi, siang, sore, dan malam serta pengertian mengenai berapa lama masing-masing tenggang waktu tersebut. Akan sangat memudahkan bila orang tua menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Semisal, "Nanti, waktu kamu makan sore, Ibu sudah pulang." Jika tak bisa pulang sesuai waktu yang dijanjikan, beri tahu anak lewat telepon. Sebab, anak akan terus menunggu dan ini justru bisa menambah rasa takut anak. Ia akan terus cemas bertanya-tanya, kenapa sang ibu belum datang

2. TAKUT MASUK "SEKOLAH" Bukan soal mudah melepas anak usia batita masuk playgroup. Sebab, ia harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. Padahal, tak semua anak bisa gampang beradaptasi. Dari pihak orang tua, tidak sedikit pula yang justru tak rela melepas anaknya "sekolah" karena khawatir anaknya terjatuh kala bermain atau didorong temannya. Cara Mengatasi:Orang tua tetap perlu mengantar anak ke "sekolah" karena ini menyangkut soal pembiasaan. Kalaupun di hari-hari berikutnya ada sekolah-sekolah yang bersikap tegas hanya membolehkan orang tua menunggu di luar, sampaikan informasi ini pada anak. Guru pun harus bisa menarik perhatian anak agar tidak terfokus pada ketiadaan pendampingan orang tuanya dengan bermain. Di saat asyik bermain dengan teman-temannya niscaya ia akan lupa.

3. TAKUT PADA ORANG ASING Di usia-usia awal, anak memang mau digendong/dekat dengan siapa saja. Namun di usia 8-9 bulan biasanya mulai muncul ketakutan atau sikap menjaga jarak pada orang yang belum begitu dikenalnya. Ini normal karena anak sudah mengerti/mengenali orang. Ia mulai sadar, mana orang tuanya dan mana orang lain yang jarang dilihatnya. Cara MengatasiDi usia batita seharusnya rasa takut pada orang asing sudah mulai berangsur hilang karena, toh, ia sudah bereksplorasi. Semestinya anak sudah memperoleh cukup pengetahuan untuk menyadari bahwa tak semua orang asing/yang belum begitu dikenalnya merupakan ancaman baginya. Biasanya, justru karena orang tua kerap menakut-nakuti, sehingga anak bersikap seperti itu. "Awas, jangan deket-deket sama orang yang belum kamu kenal. Nanti diculik, lo!" Memang boleh-boleh saja orang tua menasehati anak untuk berhati-hati/bersikap waspada pada orang asing, tapi sewajarnya saja dan bukan dengan cara menakut-nakutinya.

4. TAKUT PADA DOKTER Mungkin pernah mengalami hal tak mengenakkan seperti disuntik, anak jadi takut pada sosok tertentu. Belum lagi kalau orang tua rajin "mengancam" setiap kali anak dianggap nakal. "Nanti disuntik Bu Dokter, lo, kalau makannya enggak habis!" atau "Nanti Mama bilangin Pak Satpam, ya! Cara Mengatasi:Izinkan anak membawa benda atau mainan kesayangannya saat datang ke dokter sehingga ia merasa aman dan nyaman. Di rumah, orang tua bisa membantunya dengan menyediakan mainan berupa perangkat dokter-dokteran. Biarkan anak menjalani peran dokter dengan boneka sebagai pasiennya. Secara berkala ajak anak ke dokter gigi untuk menjaga kesehatan giginya. Tak ada salahnya juga mengajak dia saat orang tua atau kakak/adiknya berobat gigi. Dengan begitu anak memperoleh infomasi bagaimana dan ke mana ia harus pergi untuk menjaga kesehatan giginya. Lambat laun ketakutannya pada sosok dokter justru berganti menjadi kekaguman.

5. TAKUT HANTU" Hi, di situ ada hantunya. Ayo, jangan main di situ!" Gara-gara sering diancam dan ditakuti seperti itu, batita yang sebetulnya belum mengerti sama sekali tentang hantu, jadi tahu dan takut. Bisa juga karena ia menonton film horor di televisi. Cara Mengatasi:Jauhkan anak dari tontonan tentang hantu. Orang tua pun seyogyanya jangan pernah menakut-nakuti anak hanya demi kepentingannya. Bisa pula dengan membelikan buku-buku cerita atau tontonan anak mengenai karakter hantu atau penyihir yang baik hati.

6. TAKUT GELAP Biasanya juga gara-gara orang tua. "Mama takut, ah. Lihat, deh, gelap, kan?" Takut pada gelap bisa juga karena anak pernah dihukum dengan dikurung di ruang gelap. Bila pengalaman pahit itu begitu membekas, bukan tidak mungkin rasa takutnya akan menetap sampai usia dewasa. Semisal keluar keringat dingin atau malah jadi sesak napas setiap kali berada di ruang gelap atau menjerit-jerit kala listrik mendadak padam. Cara Mengatasi:Saat tidur malam, jangan biarkan kamarnya dalam keadaan gelap gulita. Paling tidak, biarkan lampu tidur yang redup tetap menyala. Cara lain, biarkan boneka atau benda kesayangannya tetap menemaninya, seolah bertindak sebagai penjaganya hingga anak tak perlu takut.

7. TAKUT BERENANG Sangat jarang anak usia batita takut air. Kecuali kalau dia pernah mengalami hal tak mengenakkan semisal tersedak atau malah nyaris tenggelam saat berenang hingga hidungnya banyak kemasukan air. Cara Mengatasi:Lakukan pembiasaan secara bertahap. Semisal, awalnya biarkan anak sekadar merendam kakinya atau menciprat-cipratkan air di kolam mainan sambil tetap mengenakan pakaian renang. Bisa juga dengan memasukkan anak ke klub renang yang ditangani ahlinya. Atau dengan sering mengajaknya berenang bersama dengan saudara/teman-teman seusianya. Tentu saja sambil terus didampingi dan dibangun keyakinan dirinya bahwa berenang sungguh menyenangkan, hingga tak perlu takut. Kalaupun anak tetap takut, jangan pernah memaksa apalagi memarahi atau melecehkan rasa takutnya. Semisal, "Payah, ah! Berenang, kok, takut!"

8. TAKUT SERANGGA Tak sedikit anak yang takut pada jangkrik, kecoa atau serangga terbang lainnya. Sebetulnya ini wajar, hingga orang tua jangan tambah menakut-nakutinya, "Awas, nanti ada kecoa, lo." Hendaknya justru bisa memahami karena anak usia ini mungkin saja menemukan banyak hal yang dapat membuatnya takut. Cara Mengatasi:Boleh saja orang tua memberi pengenalan tentang alam binatang pada anak. Tak perlu kelewat detail seperti halnya profesor memberi kuliah. Tugas orang tua sebatas memahami ketakutan anak sekaligus membantunya merasa aman. Boleh saja katakan, "Ayah tahu kamu takut jangkrik." Cukup segitu dan jangan paksa anak berada terus-menerus dalam pembicaraan mengenai rasa takutnya. Jangan pula memaksa anak bersikap sok berani menghadapi ketakutannya. "Belum saatnya mencobakan anak melihat atau malah menyentuhkan serangga yang ditakutinya. Ini hanya akan membuat anak semakin takut." Bila dipaksakan terus, anak malah bisa fobia pada serangga. Biarkan anak tertarik dengan sendirinya dan biasanya ini terjadi setelah anak berusia 2 tahunan. Jika anak memang takut kala ada serangga yang terbang di dekatnya, bantulah untuk mengusirnya bersama

9. TAKUT ANJING Wajar anak batita takut anjing mengingat penampilan binatang ini memang terkesan galak dengan gonggongan dan tampang yang garang. Belum lagi kebiasaannya suka melompat, menjilat atau malah mengejar. Tugas orang tualah untuk memahami sekaligus membantu anak mengatasi ketakutannya. Cara Mengatasi:Tak harus memaksa anak memelihara anjing atau mendorong anak menghadapi rasa takutnya dengan terus-menerus memberi `ceramah`, semisal "Ngapain, sih, takut sama anjing. Anjingnya, kan, baik." Menihilkan ketakutan anak justru akan membuat anak semakin takut dan bukan tidak mungkin akhirnya malah berkembang jadi fobia yang sulit diatasi.

oleh dr. Ika Widyawati, SpKJ dari Bagian Psikiatri FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo